Selasa, 17 Januari 2012

Meraih Impian di Kampung Facebook


Dulu sebelum hari ini, jam ini, menit ini dan detik ini. Aku tak pernah bermimpi menjadi seorang penulis bahkan terpikir saja tidak. Bermula dari undangan  lounching buku antologi cerpen kakak tingkatku. Kak Ires namanya. Mulai saat itu aku menggemgam mimpi untuk jadi penulis. 
***
Sewaktu aku duduk di bangku sekolah menengah atas aku pernah dibimbing oleh guru Bahasa Indonesiaku dalam membuat puisi dan cerpen, hingga pada waktu istirahat aku menemuinya.
 “Pak, ini puisi dan cerpen saya. Coba dibaca dulu” menyodorkan buku berkulit hitam yang aku khususkan untuk menulis semua karyaku.
“Nggak bagus Ty puisinya” ucap guruku sembari membolak-balik lembar bukuku.
Entah sudah yang keberapa kalinya kalimat seperti itu diucapkannya. Jujur aku sebenarnya tak suka dengan puisi dan cerita-cerita fiksi apalagi aku harus menulisnya. Namun, semua berawal karena aku ingin terlihat lebih dekat dengan guruku saja.
***
Prok...prok...prok. tepuk tangan meriah untuk orang-orang yang luar biasa berkarya. Satu persatu berdiri tegap terkadan melemparkan senyum kemenangan  dengan rasa rendah hati pada kami semua para undangan. Ada beberapa wajah yang ku kenal namun tak tahu namanya. 
“Subhanallah. Andai saja aku yang berdiri di depan sana betapa bahagianya aku saat ini” ucapku dalam hati dengan mata sedikit berkaca-kaca.
Andai saja aku mempunyai uang cukup untuk admistrasi pasti sekarang aku bisa bergabung bersama mereka. Aku hanya bisa berandai. Menyedihkan.
***
 Aku merebahkan tubuh yang sedari siang tadi letih beraktivitas. Seperti biasa aku selalu menyempatkan diri untuk online ke kampung facebook  ya biasalah menjajakan stastus mungkin saja ada yang like. Akupun mengupdate status dan mulai menyisir kampung facebook  mencari updatean status yang bisa aku komentari atau sekedar aku like. Tiba-tiba teringat lounching buku siang tadi.
“Oh iya, aku coba cari saja grup fb penulis Jambi” gumamku dalam hati.
            Setelah berulang kali salah akhirnya aku menemukan grup fb  yang berisi penulis-penulis Jambi. Senang sekali rasanya.Dalam grup itu aku temukan sebuah info lomba menulis flash fiction  yang diadakan oleh seorang penulis bernama Robin Wijaya. Aku sangat tertarik mengikutinya walah sesungguhnya aku tak mengerti flash fiction itu apa.
Aku mencoba utnuk menulis naskah lomba. Sayangnya, entah sudah berapa banyak naskah yang aku tulis, namun tak kunjung selesai ceritanya, selalu menggantung dan terkadang ada yang nyambung antara paragraf satu dengan yang lainnya. Putus asa. Namun aku coba bangkit dan memulai lagi menulis.
***
Tiba waktu yang ditunggu-tunggu. Flash fictionku sudah selesai.Tanpa berpikir lama ku kirim naskah lomba tersebut. Beberapa detik kemudian terbaca pesanku telah terkirim ke email yang ku tuju. Aku pulang dengan rasa lega dan sebenarnya penuh dengan rasa tak percaya diri. Hemm.. tapi sudahlah. Aku hanya tinggal menunggu pengumuman saja. Tapi aku sedikit merasa yakin kalu cerpenku itu nggak begitu buruk.
***
Bulan April. Bulan yang aku tunggu untuk sebuah pengumuman lomba flash fiction  bulan sebelumnya. Deg-degan. Namun ternyata pengumumannya harus ditunda. Semakin tak sabar lagi untuk mengetahui siapa yang menang.
Minggu selanjutnya. Aku online , dan ternyata pengumuman lomba yang aku ikuti sudah dipublikasi oleh Robin Wijaya. Membaca satu persatu. Belum juga ku temukan namaku. Teks pengumuman itu sudah sampai ke ujung.Sadar atau tidak aku masih berharap ada namanku. Namun kenyataan berkata lain. Namaku memang belum ada dalam daftar nama-nama pemenangnya. Sedih.
***
Hari Minggu di bulan May aku  mempunyai jadwal untuk pergi training motivasi bersama teman-temanku. Aku sangat suka dengan trainig. Seusai acara tersebut aku menemui orang yang memberikan training luar biasa hari ini. Aku pun menghampirinya dan berkata,
“Mas saya boleh meminta kata-kata motivasi. Saya bermimpi menjadi penulis kelak” ucapku dengan nada yang sedikit gugup.
“Wah mau jadi penulis ya. Bisa dipertanggungjawabkan nggak tulisan yang akan saya tulis nanti” ucapnya sambil tersenyum ikhlas.
Insyaallah” jawabku penuh keyakinan.
Jadilah penulis awal 2012
Aku memikirkan makna yang terkandung dalam kalimat tersebut. Menurutku kalimat motivasi itu agak memaksa namun sebenarnya memang memaksa. Aku terdiam sejenak.
“Terimakasih mas” ucapku.
***
Ramdhan 2011. Ramadhan yang indah untukku. Aku kembali aktif mengikuti lomba-lomba dari dunia maya. Doa yang tak henti-hentinya di Ramdhan tahu ini adalah
Ya ALLAH aku ingin mempunyai buku dalam bentuk antologi atau buku solo di tahun 2012. Amin.
Hingga akhirnya suatu malam aku mendapatkan pesan di facebook  yang ku kira tak penting namun berisi pesan yang bertuliskan,
*INFO DARI DANG AJI DAN MAS TIGA TUJUH CALON PENULIS BUKU “SELAKSA MAKNA RAMADAHAN2”...
Tepat pada urutan ke empat puluh enam ada namaku dan judul cerpenku. Air mata bahagia yang tak mampu kubendung menetes seketika. Sejenak terdiam dan teringat pada kalimat motivasi.
Jadilah penulis awal 2012
Biodata singkat  penulis
Nama lengkap Tetty Desy Yana tapi nama penaku Tetty Revo sesuai dengan nama akun facebookku. Kelahiran Jambi, 4 desember 1991 hobby menulis dan berimajinasi. Sekarang masih aktif kuliah di prodi kimia, Univerersitas Jambi. Segitu aja yah perkenalannya J. Kunjungi Tetty dikampung facebook Tetty Revo.



















Mama My Everything



Sebelas tahun yang lalu, entah berapa umurku saat itu. Sembilan tahun. Atau sepuluh tahun. Namun  yang aku ingat saat itu aku berada dikelas empat SD. Aku merasakan temperatur rumah yang tidak normal lagi. Semua terasa panas. Suhu rumahku tak sesejuk dulu lagi. Belakangan ini orangtuaku senang menggeluti pertengkarannya tanpa memikirkan tetangga disekitarnya.  Mereka memang orangtua yang egois. Hari-hariku selalu dipertontonkan dengan drama-drama kekerasan mereka, yang seharusnya tidak aku saksikan.
***
Aku akan bersiap-siap untuk pergi sekolah sore(MI). Seperti biasa. Hari ini aku tak mau berpamitan kepada papa dan mamaku. Sepertinya mereka masih sibuk dengan obrolannya. Ya, obrolan yang pasti akan berujung dengan pertengkaran. Aku bosan. Sungguh bosan. Aku ingin rasanya memotong telingaku agar tak mendengar pertengkaran mereka. Aku ingin membutakan mataku agar aku tak melihat mama menangis diujung pertengkaran itu. aku benci dengan kehidupanku. Aku benci. Apakah aku terlahir untuk menyaksikan drama itu? Entahlah.
***
Tiga puluh menit kemudian, aku masih duduk di rumah temanku sekaligus tetanggaku. Eka. Namanya eka. Umurnya memang jauh lebih tua dua tahun dari umurku. Tapi aku terbiasa memanggilnya nama daripada menggunakan embel-embel mbak atau kakak. Mungkin karena sudah terbiasa. Eka teman sekaligus sahabatku dari kecil. Kami berteman sedari keluargaku pindah rumah tepat di samping rumahnya. Aku dan Eka sudah seperti kakak adik. Semua masalah yang aku punya selalu aku sampaikan padanya. Eka selalu menjadi teman curhatku yang menyenangkan.
Sudah empat puluh lima menit berjalan. Aku begitu enggan  melangkahkan kaki ke sekolah. Di rumahku semakin ramai dengan suara-suara nada tinggi. Aku yakin nada-nada tinggi itu berasal dari kedua orangtuaku.Satu persatu tetanggaku hadir entah apa yang akan mereka saksikan hari ini. Aku semakin penasaran. Apa yang terjadi di rumahku? Mama? Papa? Apa yang terjadi pada mereka?
Aku berjalan mengikuti penasaranku yang tak kunjung padam. Rasa risau dan cemas semakin berlomba-lomba bersamaan dengan denyut jantungku yang begitu berdegup kencang.
Aku menembus keramaian tetangga-tetanggaku yang berbaris kacau di depan rumahku. Mana mama? Pertanyaan itu yang terlintas dalam pikiranku. Aku sampai tepat di depan mereka. Di sudut itu ada mama dan papa. Tak jauh dari pecahan kaca itu ada kakak dan abangku. Apa yang sebenarnya terjadi Tuhan? Semua hancur lebur tenggelam dalam emosional mereka.
Di sudut itu aku lihat lagi mama yang bersimbah darah ditubuhnya. Entah apa yang dilakukan kakak pada mama. Tembok putih polos itu  kini terlukis bercak-bercak noda merah yang berasal dari rubuh mama. Abang berusaha menjauhkan kakak dari mama. Mama  berdiri lemah dengan tubuh yang menahan rasa sakit yang bersemayam di kepalanya. Aku bocah kecil cengeng hanya mampu menangis tak henti-hentinya melihat apa yang terjadi pada keluargaku siang itu.
Mama. Mama berusaha sekuat tenaga untuk bisa berdiri dan pergi dari tikaian kakak dan papa. Aku tak pernah lalai untuk mengawasi mama dari rumah Eka, karena aku tidak diperbolehkan oleh tetangga-tenggaku utnuk menyaksikan drama tragis siang itu. Aku menurut saja. Aku? Apa yang terjadi pada diriku? Semua begitu mengerikan. Aku terus saja menangis.
Mama tergeletak di tengah jalan. Mama terjatuh dari sepedanya, ia berusaha melarikan diri dari pertikaian itu namun tubuhnya tak lagi sanggup menopang dirinya. Para warga menolong mama dan kemudian aku tak tahu apa yang terjadi.
***
Aku melarikan diri dari rumah. Aku kabur ke sekolah, karena aku tahu jika aku tetap berada di rumah semua yang terjadi saat itu akan terasa mengerikan bagiku.
“Ka, bagaimana ya keadaan mama? Tanyaku pada Eka sembari menagis.
“Nggak tahu juga, tapi kamu harus tetap berdoa ya Cin untuk keselamatan Ibu” tegas Eka.
Aku terus saja menangis. Eka dan teman-teman yang lain hanya melihatiku dengan iba. Hari itu  kebetulan aku libur sekolah. Hari itu hanya aku habiskan untuk menangis dan bercerita bersama teman-teman. Aku tak mau pulang ke rumah. Hingga akhirnya Eka membujukku pulang.
***
Aku melihat mama  berbaring lemah di kamar. Dia sedang beristirahat.
“Ma, apa yang sakit? Mama bagaimana keadaanya?” tanyaku lirih.
“Mama tidak apa-apa,Nak. Tapi kepala mama sedikit sakit. Cin, kamu mau ikut mama atau papa?” tanya mama dengan mata yang berkaca-kaca.
“Aku aka memilih mama. Aku hanya ingin bersama mama” jawabku lirih.
Mama memeluk erat tubuhku seakan mama tak mau aku jauh darinya. Begitupun aku, aku memeluknya dengan erat aku tak mau siapapun menyakitinya.
I LOVE YOU MAMA, YOU ARE MY EVERYTHING


NAMA            : Tetty Desy Yana
PRODI : Pendidikan Kimia
ANGKATAN  : 2010