Selasa, 17 Januari 2012

Mama My Everything



Sebelas tahun yang lalu, entah berapa umurku saat itu. Sembilan tahun. Atau sepuluh tahun. Namun  yang aku ingat saat itu aku berada dikelas empat SD. Aku merasakan temperatur rumah yang tidak normal lagi. Semua terasa panas. Suhu rumahku tak sesejuk dulu lagi. Belakangan ini orangtuaku senang menggeluti pertengkarannya tanpa memikirkan tetangga disekitarnya.  Mereka memang orangtua yang egois. Hari-hariku selalu dipertontonkan dengan drama-drama kekerasan mereka, yang seharusnya tidak aku saksikan.
***
Aku akan bersiap-siap untuk pergi sekolah sore(MI). Seperti biasa. Hari ini aku tak mau berpamitan kepada papa dan mamaku. Sepertinya mereka masih sibuk dengan obrolannya. Ya, obrolan yang pasti akan berujung dengan pertengkaran. Aku bosan. Sungguh bosan. Aku ingin rasanya memotong telingaku agar tak mendengar pertengkaran mereka. Aku ingin membutakan mataku agar aku tak melihat mama menangis diujung pertengkaran itu. aku benci dengan kehidupanku. Aku benci. Apakah aku terlahir untuk menyaksikan drama itu? Entahlah.
***
Tiga puluh menit kemudian, aku masih duduk di rumah temanku sekaligus tetanggaku. Eka. Namanya eka. Umurnya memang jauh lebih tua dua tahun dari umurku. Tapi aku terbiasa memanggilnya nama daripada menggunakan embel-embel mbak atau kakak. Mungkin karena sudah terbiasa. Eka teman sekaligus sahabatku dari kecil. Kami berteman sedari keluargaku pindah rumah tepat di samping rumahnya. Aku dan Eka sudah seperti kakak adik. Semua masalah yang aku punya selalu aku sampaikan padanya. Eka selalu menjadi teman curhatku yang menyenangkan.
Sudah empat puluh lima menit berjalan. Aku begitu enggan  melangkahkan kaki ke sekolah. Di rumahku semakin ramai dengan suara-suara nada tinggi. Aku yakin nada-nada tinggi itu berasal dari kedua orangtuaku.Satu persatu tetanggaku hadir entah apa yang akan mereka saksikan hari ini. Aku semakin penasaran. Apa yang terjadi di rumahku? Mama? Papa? Apa yang terjadi pada mereka?
Aku berjalan mengikuti penasaranku yang tak kunjung padam. Rasa risau dan cemas semakin berlomba-lomba bersamaan dengan denyut jantungku yang begitu berdegup kencang.
Aku menembus keramaian tetangga-tetanggaku yang berbaris kacau di depan rumahku. Mana mama? Pertanyaan itu yang terlintas dalam pikiranku. Aku sampai tepat di depan mereka. Di sudut itu ada mama dan papa. Tak jauh dari pecahan kaca itu ada kakak dan abangku. Apa yang sebenarnya terjadi Tuhan? Semua hancur lebur tenggelam dalam emosional mereka.
Di sudut itu aku lihat lagi mama yang bersimbah darah ditubuhnya. Entah apa yang dilakukan kakak pada mama. Tembok putih polos itu  kini terlukis bercak-bercak noda merah yang berasal dari rubuh mama. Abang berusaha menjauhkan kakak dari mama. Mama  berdiri lemah dengan tubuh yang menahan rasa sakit yang bersemayam di kepalanya. Aku bocah kecil cengeng hanya mampu menangis tak henti-hentinya melihat apa yang terjadi pada keluargaku siang itu.
Mama. Mama berusaha sekuat tenaga untuk bisa berdiri dan pergi dari tikaian kakak dan papa. Aku tak pernah lalai untuk mengawasi mama dari rumah Eka, karena aku tidak diperbolehkan oleh tetangga-tenggaku utnuk menyaksikan drama tragis siang itu. Aku menurut saja. Aku? Apa yang terjadi pada diriku? Semua begitu mengerikan. Aku terus saja menangis.
Mama tergeletak di tengah jalan. Mama terjatuh dari sepedanya, ia berusaha melarikan diri dari pertikaian itu namun tubuhnya tak lagi sanggup menopang dirinya. Para warga menolong mama dan kemudian aku tak tahu apa yang terjadi.
***
Aku melarikan diri dari rumah. Aku kabur ke sekolah, karena aku tahu jika aku tetap berada di rumah semua yang terjadi saat itu akan terasa mengerikan bagiku.
“Ka, bagaimana ya keadaan mama? Tanyaku pada Eka sembari menagis.
“Nggak tahu juga, tapi kamu harus tetap berdoa ya Cin untuk keselamatan Ibu” tegas Eka.
Aku terus saja menangis. Eka dan teman-teman yang lain hanya melihatiku dengan iba. Hari itu  kebetulan aku libur sekolah. Hari itu hanya aku habiskan untuk menangis dan bercerita bersama teman-teman. Aku tak mau pulang ke rumah. Hingga akhirnya Eka membujukku pulang.
***
Aku melihat mama  berbaring lemah di kamar. Dia sedang beristirahat.
“Ma, apa yang sakit? Mama bagaimana keadaanya?” tanyaku lirih.
“Mama tidak apa-apa,Nak. Tapi kepala mama sedikit sakit. Cin, kamu mau ikut mama atau papa?” tanya mama dengan mata yang berkaca-kaca.
“Aku aka memilih mama. Aku hanya ingin bersama mama” jawabku lirih.
Mama memeluk erat tubuhku seakan mama tak mau aku jauh darinya. Begitupun aku, aku memeluknya dengan erat aku tak mau siapapun menyakitinya.
I LOVE YOU MAMA, YOU ARE MY EVERYTHING


NAMA            : Tetty Desy Yana
PRODI : Pendidikan Kimia
ANGKATAN  : 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar